PIL AJAIB BIKIN TULI
FDA sebagai lembaga yang mengatur obat dan makanan di AS, baru-baru ini mengeluarkan himbauan bagi para pengguna pil ajaib Viagra. FDA banyak memperoleh keluhan dari beragam konsumen Viagra yang mengalami kehilangan pendengaran secara tiba-tiba.
Efek samping Viagra ini pertama kali dilaporkan oleh dua peneliti di RS Air Force, Bangalore, India, saat seorang pria berusia 44 tahun mengeluh tak bisa lagi mendengar setelah dia mengkonsumsi Viagra selama 15 hari, sampai saat ini tercatat ada 29 kasus gangguan pendengaran yang disebabkan Viagra dan dua merk lain, Cialis dan Levitra. Di mana sekitar 70 persen penggunanya mengalami tuli permanen, dengan atau tanpa dibarengi gejala vestibular yang meliputi telinga berdengung, rasa pusing atau bahkan vertigo.
Kasus yang sama juga pernah terjadi pada 1996, di mana kasus kehilangan pen-dengaran terjadi setelah dua hari konsumsi obat.
FDA sendiri juga sudah mengeluarkan peringatan untuk Cialis (tadalafil), Levitra (vardenadil), dan Viagra (sildenafil). Semua obat ini rata-rata menggunakan mekanisme yang sama untuk membantu dan mempertahankan ereksi. Mereka membuat relaksasi pada otot polos, dengan menghambat enzim fosfodiestrase (PDE5). Otot polos ini berperan dalam impotensi yang disebut corpus kavernosum, yaitu jaringan yang mendukung ereksi.
Tanggapan Produsen 'Pil Ajaib'
Himbauan dari FDA ini mendapat sambutan dari berbagai produsen pil yang dikenal dengan 'pil ajaib' tersebut. Eli Lilly (LLY.N), produsen Cialis dan GlaxoSmith-Kline Plc (GSK.L) yang menjual Levitra menganggap laporan tersebut hanya mewakili sedikit masalah yang sesungguhnya mengenai perangkat medis dan obat.
Pembuat obat Pfizer dan Lilly menyatakan data mereka tak menunjukkan hubungan sebab akibat apapun antara kehilangan pendengaran dan obat itu.
Wakil Presiden Pfizer Urusan Medis Dr. Ponni Subbiah mengatakan kehilangan pendengaran termasuk dalam bagian iklan Viagra pada labelnya dengan persetujuan FDA pada 1998. Itu terjadi pada kurang dari 2 persen pasien dalam percobaan klinis, yang dikatakannya secara statistik tidak besar dibandingkan dengan orang yang berada dalam kelompok pengganti.
Meski pada akhirnya pilihan tetap ada di tangan pada pasien? lebih pilih mana? perkasa di ranjang atau menjadi tuli?
Sumber: CBN