WASPADAI DIABETES PADA ANAK

Pola makan anak-anak yang masih sering berubah mungkin dianggap wajar oleh orang tua. Anak yang tiba-tiba lebih banyak makan dan lebih banyak minum sekaligus lebih sering buang air kecil mungkin sering dipandang biasa. Tapi, coba cermati lebih seksama. Di tengah perubahan itu, apakah si anak malah mengalami penurunan berat badan? Atau dia yang biasanya sudah tidak mengompol malah sering mengompol.

Gejala-gejala tersebut bisa jadi menunjukkan anak Anda terkena diabetes. Diabetes pada anak memang bukan kondisi yang umum terjadi. Akan tetapi, kondisi itu rupanya tengah merebak. Sekitar tiga puluh tahun silam, kasus diabetes pada anak bisa dibilang tidak pernah ditemukan.


Salah satu penyebabnya ialah keadaan auto-immune yang dibawa gen keturunan dan dicetuskan, misalnya, oleh infeksi virus. Ada 70%-80% kasus diabetes anak yang ditanganinya tidak memiliki riwayat diabetes dalam keluarga. Jadi, diabetes pada anak bisa juga merupakan keadaan idiopatik yang belum bisa diketahui penyebabnya.


Umumnya diabetes yang diderita anak-anak adalah diabetes tipe 1 yang bergantung pada insulin. Diabetes jenis ini disebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin atau menghasilkan dalam jumlah sangat sedikit, padahal insulin dibutuhkan untuk memasukkan gula ke proses metabolisme tubuh yang mengubahnya menjadi energi.


Jika insulin tidak ada atau sangat sedikit, proses metabolisme tubuh tidak dapat terjadi. Alhasil, kadar gula di dalam darah meningkat dan tidak ada energi yang terbentuk. Anak akan cepat merasa lelah, cepat lapar, dan cepat haus.


Meski belum banyak, ada pula anak yang terserang diabetes tipe 2 yang tidak bergantung pada insulin. Diabetes ini disebabkan terjadinya resistensi insulin. Insulinnya normal, tapi tidak berfungsi optimal dalam tubuh.


Karena pola makan berlebihan tanpa olahraga, insulin yang harusnya bekerja memproses asupan gula perlahan tidak mampu lagi mengolah asupan yang masuk. Akibatnya, tidak terjadi metabolisme sempurna. Biasanya anak dengan berat badan berlebih berisiko terkena diabetes ini.

Satu-satunya jalan pengobatan yang dapat dilakukan hingga saat ini adalah memberikan insulin dari luar secara teratur. Dengan begitu, metabolisme bisa terus terjadi. Bentuknya bisa berupa suntikan, pen, pompa, atau semprotan. Ini harus dilakukan seumur hidup. Biasanya anak perlu diberikan pengertian bahwa kondisi tubuhnya mengharuskan dia untuk mampu memasukkan insulin ke tubuhnya sendiri. Untuk selanjutnya, ia akan harus memantau pola makannya. Biasanya anak-anak usia 7-8 tahun sudah dapat diajarkan menggunakan alat untuk memasukkan insulin.

AURA SEHAT, HIDUP LEBIH BAHAGIA

Apa sih aura itu? Aura adalah sinar elektromagnetik yang berada 4 oktaf di bawah kemampuan penglihatan mata kasat dengan panjang gelombang 12-6 mikron dan frekuensi 60-120 Hz.

Aura yang sehat, kata Liany Hendranata, seorang ahli aura melingkari tubuh fisik seseorang dengan bentuk elips jelas dengan tepian padat mulus serta warna cemerlang. Pancaran aura yang sehat dan sangat kuat secara spiritual dapat dilihat pada lukisan Bunda Maria, Isa Almasih, Dewi Kuan Im, Sidartha Gautama.

Aura yang sehat dan kuat berfungsi:
  • Memberi pesona dan karisma yang memunculkan inner beauty.
  • Memberi perlindungan dari energi negatif dari luar.
  • Memberi energi menyehatkan untuk tubuh fisik dan psikis.
  • Memberi perisai bagi kita, sehingga tak mudah didominasi orang.
Yang memperlemah aura:
  • Stres berkepanjangan, sebab stres adalah pikiran negatif.
  • Makan tak teratur dan banyak mengonsumsi makanan yang berasal dari hewan beraura kotor, contoh ikan lele, kodok dan babi.
  • Kurang memperhatikan kesehatan fisik, termasuk kurang olahraga.
  • Banyak menyerap energi negatif, baik dari makhluk hidup maupun benda-benda yang memiliki medan energi kuat.
Agar aura kuat dan sehat:
  • Berpikir positif dan berusaha memiliki perasaan bahagia di setiap situasi.
  • Membiasakan diri selalu hidup rileks.
  • Bersenam atau jalan kaki di alam terbuka.
  • Banyak mengonsumsi makanan sehat dan alami
  • Giat terlibat dalam kegiatan keagamaan dan rajin beramal.
  • Mandi di laut.
  • Banyak beristirahat di bawah pohon rindang.
  • Melakukan terapi aroma yang terbukti menenangkan dan mempertebal medan aura.
  • Latihan rileksasi, meditasi, prana, reiki, auto hipnosis.
Sumber : Majalah Senior

CANGKIR YANG CANTIK

Sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko souvenir untuk mencari hadiah untuk cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik.”Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantk yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.
Saat mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa dulunya aku tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun pada suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. “Stop! Stop!” aku berteriak, Tetapi orang itu berkata “Belum!” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. “Stop!Stop!” teriakku lagi .Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. “Panas!Panas!” teriakku dengan keras. “Stop! Cukup!” teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “Belum!”
Akhirnya ia mengangkatku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. “Stop!Stop!” aku berteriak. Wanita itu berkata, “belum!” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi keperapian yang lebih panas dari sebelumnya. “Tolong! Hentikan penyiksaaan ini!” Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku. Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.
RENUNGAN
Seperti inilah Tuhan membentuk kita. Pada saat Tuhan membentuk kita, tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara bagiNYA untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan-NYA.
“Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila anda jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. “
Apabila anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan berkecil hati, karena DIA sedang membentuk anda. Proses pembentukan ini memang menyakitkan tetapi setelah semua proses itu selesai, anda akan melihat betapa cantiknya Tuhan membentuk anda.
Ingat SEMBOYAN ini, Kitab Keluaran 18:21, Keluaran 23:8, Ulangan 16:19, Ulangan 27:25, Mazmur 100: 1 - 5 dan 1 Korintus 1:10

BUNGA CANTIK DALAM ROK YANG RETAK

Rumah kami langsung berseberangan dengan pintu masuk RS John Hopkins di Baltimore. Kami tinggal dilantai dasar dan menyewakan kamar-kamar lantai atas pada para pasien yang ke klinik itu.

Suatu petang dimusim panas, ketika aku sedang menyiapkan makan malam, ada orang mengetuk pintu. Saat kubuka, yang kutatap ialah seorang pria dengan wajah yang benar buruk sekali rupanya. "Lho, dia ini juga hampir Cuma setinggi anakku yang berusia 8 tahun," pikirku ketika aku mengamati tubuh yang bungkuk dan sudah serba keriput ini. Tapi yang mengerikan ialah wajahnya, begitu miring besar sebelah akibat bengkak, merah dan seperti daging mentah., hiiiihh...!

Tapi suaranya begitu lembut menyenangkan ketika ia berkata, "Selamat malam. Saya ini kemari untuk melihat apakah anda punya kamar hanya buat semalam saja. Saya datang berobat dan tiba dari pantai Timur, dan ternyata tidak ada bis lagi sampai esok pagi." Ia bilang sudah mencoba mencari kamar sejak tadi siang tanpa hasil, tidak ada seorangpun tampaknya yang punya kamar.

"Aku rasa mungkin karena wajahku .. Saya tahu kelihatannya memang mengerikan, tapi dokterku bilang dengan beberapa kali pengobatan lagi..."

Untuk sesaat aku mulai ragu2, tapi kemudian kata2 selanjutnya menenteramkan dan meyakinkanku: "Oh aku bisa kok tidur dikursi goyang diluar sini, di veranda samping ini. Toh bis ku esok pagi2 juga sudah berangkat."Aku katakan kepadanya bahwa kami akan mencarikan ranjang buat dia, untuk beristirahat di beranda.

Aku masuk kedalam menyelesaikan makan malam. Setelah rampung, aku mengundang pria tua itu, kalau2 ia mau ikut makan. "Wah, terima kasih, tapi saya sudah bawa cukup banyak makanan." Dan ia menunjukkan sebuah kantung kertas coklat. Selesai dengan mencuci piring2, aku keluar mengobrol dengannya beberapa menit. Tak butuh waktu lama untuk melihat bahwa orang tua ini memiliki sebuah hati yang terlampau besar untuk dijejalkan ketubuhnya yang kecil ini.

Dia bercerita ia menangkap ikan untuk menunjang putrinya, kelima anak2nya, dan istrinya, yang tanpa daya telah lumpuh selamanya akibat luka di tulang punggung. Ia bercerita itu bukan dengan berkeluh kesah dan mengadu; malah sesungguhnya, setiap kalimat selalu didahului dengan ucapan syukur pada Allah untuk suatu berkat! Ia berterima kasih bahwa tidak ada rasa sakit yang menyertai penyakitnya, yang rupa2nya adalah semacam kanker kulit. Ia bersyukur pada Allah yang memberinya kekuatan untuk bisa terus maju dan bertahan.

Saatnya tidur, kami bukakan ranjang lipat kain berkemah untuknya dikamar anak2. Esoknya waktu aku bangun, seprei dan selimut sudah rapi terlipat dan pria tua itu sudah berada di veranda. Ia menolak makan pagi, tapi sesaat sebelum ia berangkat naik bis, ia berhenti sebentar, seakan meminta suatu bantuan besar, ia berkata, "Permisi, bolehkah aku datang dan tinggal disini lagi lain kali bila aku harus kembali berobat? Saya sungguh tidak akan merepotkan anda sedikitpun. Saya bisa kok tidur enak dikursi."Ia berhenti sejenak dan lalu menambahkan, "Anak2 anda membuatku begitu merasa kerasan seperti di rumah sendiri. Orang dewasa rasanya terganggu oleh rupa buruknya wajahku, tetapi anak2 tampaknya tidak terganggu."

Aku katakan silahkan datang kembali setiap saat. Ketika ia datang lagi, ia tiba pagi2 jam tujuh lewat sedikit. Sebagai oleh2, ia bawakan seekor ikan besar dan satu liter kerang oyster terbesar yang pernah kulihat. Ia bilang, pagi sebelum berangkat, semuanya ia kuliti supaya tetap bagus dan segar. Aku tahu bisnya berangkat jam 4.00 pagi, entah jam berapa ia sudah harus bangun untuk mengerjakan semuanya ini bagi kami. Selama tahun2 ia datang dan tinggal bersama kami, tidak pernah sekalipun ia datang tanpa membawakan kami ikan atau kerang oyster atau sayur mayur dari kebunnya. Beberapa kali kami terima kiriman lewat pos, selalu lewat kilat khusus, ikan dan oyster terbungkus dalam sebuah kotak penuh daun bayam atau sejenis kol, setiap helai tercuci bersih. Mengetahui bahwa ia harus berjalan sekitar 5 km untuk mengirimkan semua itu, dan sadar betapa sedikit penghasilannya, kiriman2 dia menjadi makin bernilai...

Ketika aku menerima kiriman oleh2 itu, sering aku teringat kepada komentar tetangga kami pada hari ia pulang ketika pertama kali datang. "Ehhh, kau terima dia bermalam ya, orang yang luar biasa jelek menjijikkan mukanya itu? Tadi malam ia kutolak. Waduhh, celaka dehh.., kita kan bakal kehilangan langganan kalau nerima orang macam gitu!" Oh ya, memang boleh jadi kita kehilangan satu dua tamu. Tapi seandainya mereka sempat mengenalnya,mungkin penyakit mereka bakal jadi akan lebih mudah untuk dipikul. Aku tahu kami sekeluarga akan selalu bersyukur, sempat dan telah mengenalnya; dari dia kami belajar apa artinya menerima yang buruk tanpa mengeluh, dan yang baik dengan bersyukur kepada Allah.

Baru2 ini aku mengunjungi seorang teman yang punya rumah kaca. Ketika ia menunjukkan tanaman2 bunganya, kami sampai pada satu tanaman krisan [timum] yang paling cantik dari semuanya, lebat penuh tertutup bunga berwarna kuning emas. Tapi aku jadi heran sekali, melihat ia tertanam dalam sebuah ember tua, sudah penyok berkarat pula. Dalam hati aku berkata,"Kalau ini tanamanku, pastilah sudah akan kutanam didalam bejana terindah yang kumiliki."

Tapi temanku merubah cara pikirku. "Ahh, aku sedang kekurangan pot saat itu," ia coba terangkan, "dan tahu ini bakal cantik sekali, aku pikir tidak apalah sementara aku pakai ember loak ini. Toh cuma buat sebentar saja, sampai aku bisa menanamnya ditaman."

Ia pastilah ter-heran2 sendiri melihat aku tertawa begitu gembira, tapi aku membayangkan kejadian dan skenario seperti itu disurga. "Hah, yang ini luar biasa bagusnya," mungkin begitulah kata Allah saat Ia sampai pada jiwa nelayan tua baik hati itu." Ia pastilah tidak akan keberatan memulai dulu didalam badan kecil ini." Semua ini sudah lama terjadi, dulu dan kini, didalam taman Allah, betapa tinggi mestinya berdirinya jiwa manis baik ini.

"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang didepan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b)

Sahabat2 adalah istimewa sekali. Mereka membuatmu tersenyum dan mendorongmu jadi sukses. Mereka meminjamimu sebuah kuping dan berbagi suatu kata pujian. Tunjukkan kawan2mu betapa kau peduli.. Buatlah seseorang tersenyum hari ini.

"Your failure is not a reason for GOD to stop loving you"

GBU all "

WASIAT NABAWI BAGI ANAK-ANAK

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Aku berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari. Beliau berkata kepadaku, “Wahai anak, sesungguhnya aku akan ajari engkau beberapa kalimat:

1.

اِحْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ،

“Jagalah Allah niscaya Allah menjagamu”

Yaitu dengan melaksanakan perintah-perintah Allah serta menjauhi larangan-larangan-Nya, Allah akan menjaga dunia dan akhiratmu.

2.

اِحْفَظِ اللَّهَ تَجِدُهُ تُجَاهَكَ

“Jagalah Allah, niscaya engkau akan dapati Allah di hadapanmu”

Jagalah batasan-batasan dan hak-hak Allah. Engkau akan mendapati Allah memberikan taufiq kepadamu serta membantumu.

3.

إِذَا سَأَلْتَ فَسْأَلِ اللَّهَ ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau meminta bantuan, minta bantuanlah kepada Allah.”

Maksudnya, jika engkau meminta bantuan dalam perkara dunia maupun akhirat, maka mintalah kepada Allah. Lebih-lebih dalam perkara yang tidak dimampui melainkan hanya oleh Allah saja, seperti menyembuhkan orang sakit, meminta rizki, maka ini adalah perkara yang khusus bagi Allah saja.

(Hal ini telah disebutkan oleh An-Nawawi dan Al-Haitami)

4.

وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوِ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ, وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Ketahuilah, meskipun seluruh umat berkumpul untuk memberikan satu pemberian yang bermanfaat kepadamu, tidak akan bermanfaat hal itu bagimu, kecuali jika itu telah ditetapkan Allah. Dan jika mereka berkumpul untuk memudharatkanmu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat memudharatkanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan.”

Maksudnya adalah beriman kepada takdir yang telah Allah tulis terhadap manusia, baik maupun jeleknya.

5.

رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ

“Pena-pena telah diangkat dan lembar-lembar telah kering.”

(HR. At-Tirmidzi dan beliau berkata hadits ini hasan shahih).

Maksudnya, tawakkal kepada Allah disertai dengan mengambil sebab, karena Rasulullah bersabda kepada pemilik unta, “Ikatlah untamu kemudian bertawakkallah.” (Hadits hasan, riwayat At-Tirmidzi).

Pada riwayat selain At-Tirmidzi:

6. “Kenalilah Allah di masa lapang, maka Allah akan mengenalmu di masa sulit.”

Tunaikanlah hak-hak Allah dan hak-hak manusia di kala lapang, maka Allah akan menyelamatkanmu di waktu kesempitan.

7. “Ketahuilah bahwa apa yang (ditakdirkan) luput darimu tidak akan menimpamu dan apa yang (ditakdirkan) menimpamu tidak akan luput darimu”

Jika Allah menahan sesuatu darimu, maka tidak akan sampai padamu. Dan apabila Allah memberimu sesuatu, maka tidak akan ada yang bisa menahannya.

8. “Ketahuilah bahwa pertolongan menyertai kesabaran”

Pertolongan untuk menghadapi musuh dan terhadap diri sendiri itu sesuai dengan kesabaran.

9. “Sesungguhnya ada kelapangan bersama kesusahan”

Kesusahan yang menimpa seorang yang beriman akan disusul oleh kelapangan setelahnya.

10. “Dan sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan”

(Dihasankan oleh pentahqiq Kitab Jami’ul Ushul dengan penguat-penguat hadits tersebut).

Kesukaran yang dirasakan oleh seorang muslim, maka akan datang setelahnya satu atau dua kemudahan.

Faedah Hadits

1. Cintanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada anak-anak. Beliau memboncengkan Ibnu Abbas di belakang beliau. Beliau juga memanggil Ibnu Abbas dengan ucapan, “Wahai anak” agar Ibnu Abbas memperhatikan apa yang beliau ucapkan.

2. Memerintahkan anak-anak untuk taat kepada Allah dan menjauh dari maksiat kepada-Nya serta membawa kebahagiaan kepada mereka di dunia dan akhirat.

3. Allah akan memenangkan orang yang beriman di saat sempit jika mereka menunaikan hak Allah dan manusia di masa lapang, sehat dan kaya.

4. Menanamkan kepada jiwa anak-anak aqidah tauhid dengan meminta dan ber-isti’anah (meminta bantuan-pent) kepada Allah ta’ala semata. Ini merupakan kewajiban orang tua dan pendidik.

5. Menanamkan kepada anak aqidah iman kepada taqdir, yang baik maupun yang jelek dan ini merupakan rukun iman.

6. Mendidik anak agar optimis dalam menghadapi hidup mereka dengan keberanian dan penuh harapan supaya mereka menjadi sosok-sosok yang bermanfaat bagi umat.

“Ketahuilah bahwa pertolongan menyertai kesabaran, sesungguhnya ada kelapangan bersama kesusahan dan sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan”

POLIGAMI, ANUGRAH YANG TERDZALIMI

Agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah disempurnakan oleh Allah -Subhanahu wa Ta’ala- sebagai rahmat bagi seluruh hamba-Nya, sehingga agama ini tidak butuh tambahan, pengurangan dan otak-atik.

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Di antara rahmat Allah -Ta’ala- kepada hamba hamba-Nya, disyari’atkannya “poligami” (seorang laki laki memiliki lebih dari satu istri) berdasarkan dalil-dalil yang akan datang.

Namun berbicara masalah poligami akan mengundang berbagai tanggapan. Ada yang menanggapinya secara posotif dan ini datangnya dari ulama’ dan kaum beriman. Tetapi, ada pula yang menanggapinya secara negatif, bahkan menentangnya dengan keras di antara segelintir orang dari kalangan orang-orang munafiq, dan orang-orang yang jahil dari kaum wanita dan laki-laki. Berbagai alasan dilontarkan intuk menolak poligami, entah dengan alasan kecemburuan, emosi, atau tidak siap dimadu, bahkan dengan alasan ketidakadilan.

Mungkin dengan dasar inilah, ada seorang penulis wanita (kami tidak sebutkan namanya) berusaha menentang, dan menzholimi “anugerah poligami” ini untuk membela kaum wanita -menurut sangkaannya-, padahal sebenarnya ia menzholimi kaum wanita. Maka dia pun menuangkan “pembelaannya” (baca: penzholimannya) tersebut dalam bentuk tulisan yang dimuat oleh koran “Kompas”, edisi 11 Desember 2006, dengan judul, “Wabah itu Bernama Poligami”. Sebuah judul yang memukau bagi orang-orang jahil, terlebih lagi orang-orang munafiq. Namun hal itu sangat berbahaya bagi keimanannya, dan mengerikan bagi kaum beriman. Betapa tidak, dia telah berani menyebut poligami sebagai “wabah”, dan telah lancang berani menyebut syari’at yang Allah -Ta’ala- sendiri yang menurunkan-Nya sebagai “wabah”. Dia telah menghina, menentang dan mengingkari anugerah yang Allah berikan kepada hamba-Nya. Kalau wanita ini menganggap poligami adalah wabah, berarti dia telah menganggap bahwa Allah -Ta’ala- telah menurunkan wabah kepada para hamba-Nya,“Subhanallah wa -Ta’ala- ‘an qaulihim uluwwan kabiran !!!” Maha Suci, dan Maha Tinggi Allah atas apa yang mereka ucapkan.

Wanita untuk memuntahkan kebenciannya, dan penolakannya kepada syari’at poligami, maka ia pun tidak tanggung-tanggung membawakan hadits untuk menguatkan pendapatnya. Padahal hadits itu tidaklah menguatkan dirinya sedikitpun, bahkan menolak dengan kejahilannya: Wanita itu membawakan hadits, bahwa dilaporkan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- marah ketika beliau mendengar putrinya Fatimah akan di poligami suaminya, Ali bin Abi Thalib. Beliau bergegas menuju mesjid, naik mimbar dan menyampaikan pidato, “Keluarga Bani Hasim bin Al-Mughiroh telah meminta izinku untuk menikahkan putri mereka dengan Ali Bin Abi Thalib saya tidak mengizinkan sama sekali kecuali Ali menceraikan putri Saya terlebih dahulu”. Kemudian Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- melanjutkan, “Fatimah adalah bagian dari-ku. Apa yang memggamggu dia adalah menggangguku dan apa yang menyakiti dia adalah menyakitiku juga”. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib tetap monogami hingga Fatimah wafat.

Setelah membaca hadits diatas, mungkin kita akan menganggukkan kepala dan membenarkan wanita tersebut. Namun Saking “pandainya” wanita ini, ia lupa riwayat lain dalam Shohih Muslim (2449), “Sesungguhnya aku tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Tapi, demi Allah, tidak akan berkumpul putri Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- dengan putri musuh Allah selamanya”. Artinya, Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- tidak mengharamkan atas umatnya sesuatu yang halal, yaitu poligami. Selain itu, Syaikh Al-Adawiy dalam Fiqh Ta’addud Az-Zaujat (126) berkata, “Di antara kekhususan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, putrinya tidak boleh dimadu. Ini yang dikuatkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari (9/329)”.

Perlu diketahui bahwa para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bahkan Ali sendiri berpoligami setelah Fathimah wafat. Ali bin Rabi’ah berkata, “Dulu Ali memiliki dua istri”. [HR. Ahmad dalam Fadho'il Ash-Shohabah (no.889)]. Ini menunjukkan bahwa poligami tetap diamalkan oleh para sahabat sepeninggal Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bukan bersifat kondisional !!

Lebih jauh lagi, Wanita itu mengomentari ayat berikut,

وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa`: 3)

Wanita ini berkata, “Ayat tersebut turun setelah perang Uhud, dimana banyak sahabat wafat di medan perang. Ayat ini memungkinkan lelaki muslim mengawini janda, atau anak yatim, jika dia yakin inilah cara melindungi kepentingan mereka, dan hartanya dengan penuh keadilan. Jadi, ayat ini bersifat kondisional”.

Yang menjadi pembahasan kita dalam perkataannya adalah bahwa ayat ini bersifat kondisional, padahal seandainya ayat ini bersifat kondisional, justru ayat ini sangat memungkinkan untuk diamalkan pada zaman sekarang, karena melihat perbandingan jumlah wanita jauh lebih banyak dibandingkan jumlah laki-laki. Oleh karena itu, poligami di saat sekarang ini mestinya lebih disemarakkan! Selain itu, para ulama membuat kaedah, “Barometer dalam menafsirkan ayat dilihat pada keumuman lafazhnya, bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat tertentu”. Jadi, dilihat cakupan dan keumuman ayat di atas dan lainnya, maka mencakup semua lelaki yang memiliki kemampuan lahiriah.

Kemudian, dia pun mengomentari firman Allah berikut -layaknya sebagai ahli tafsir, padahal ia bukan termasuk darinya-,

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nisa`: 129)

Wanita ini berkata dengan congkak, “Ayat ini dapat disimpulkan, Islam pada dasarnya agama monogami”. Pembaca -semoga dirahmati Allah- beginilah apabila menafsirkan ayat dengan penafsiran sendiri, tanpa mau melihat bagaimana para ulama tafsir ketika menafsirkan ayat-ayat Allah. Ayat ini justru menunjukan disyari’atkannya poligami. Dengarkan para ahli tafsir ketika mereka menafsirkan ayat di atas (QS. An-Nisa`: 129)

Ath-Thabariy -rahimahullah- berkata, “Kalian, wahai kaum lelaki, tak akan mampu menyamakan istri-istrimu dalam hal cinta di dalam hatimu sampai kalian berbuat adil di antara mereka dalam hal itu. Maka tidak di hati kalian rasa cinta kepada sebagiannya, kecuali ada sesuatu yang sama dengan madunya, karena hal itu kalian tidak mampu melakukannya, dan urusannya bukan kepada kalian”. [Lihat Jami' Al-Bayan (9/284)]

Syaikh Muhammad bin Nashir As-Sa’diy-rahimahullah- dalam menafsirkan ayat di atas (QS. An-Nisa`: 129), “Allah -Ta’ala- mengabarkan bahwa suami tidak akan mampu. Bukanlah kesanggupan mereka berbuat adil secara sempurna di antara para istri, sebab keadilan mengharuskan adanya kecintaan, motivasi, dan kecenderungan yang sama dalam hati kepada para istri, kemudian demikian pula melakukan konsekuensi hal tersebut. Ini adalah perkara yang susah dan tidak mungkin. Oleh karena itu, Allah -Ta’ala- memaafkan perkara yang tidak sangup untuk dilakukan. Kemudian, Allah -Ta’ala- melarang sesuatu yang mungkin terjadi (yaitu, terlalu condong kepada istri yang lain, tanpa menunaikan hak-hak mereka yang wajib-pent),

فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ

Karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”. (QS. An-Nisa`: 129)

Maksudnya, janganlah engkau terlalu condong (kepada istri yang lain) sehingga engkau tidak menunaikan hak-haknya yang wajib, bahkan kerjakanlah sesuatu yang berada pada batas kemampauan kalian berupa keadilan. Maka memberi nafkah, pakaian, pembagian dan semisalnya, wajib bagi kalian untuk berbuat adil di antara istri-istri dalam hal tersebut, lain halnya dengan masalah kecintaan, jimak (bersetubuh), dan semisalnya, karena seorang istri, apabila suaminya meninggalkan sesuatu yang wajib (diberikan) kepada sang istri, maka jadilah sang istri dalam kondisi terkatung-katung bagaikan wanita yang tidak memiliki suami, lantaran itu sang istri bisa luwes dan bersiap untuk menikah lagi serta tidak lagi memiliki suami yang menunaikan hak-haknya”. [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 207)]

Lebih gamblang, seorang mufassir ulung, Syaikh Asy-Syinqithiy -rahimahullah- berkata dalam Adhwa’ Al-Bayan (1/375) ketika menafsirkan ayat di atas, “Keadilan ini yang disebutkan oleh Allah disini bahwa ia tak mampu dilakukan adalah keadilan dalan cinta, dan kecenderungan secara tabi’at, karena hal itu bukan di bawah kemampaun manusia. Lain halnya dengan keadilan dalam hak-hak yang syar’iy, maka sesuangguhnya itu mampu dilakukan”.

Jadi, dari komentar para ahli tafsir tadi, tidak ada di antara mereka yang berdalil dengan ayat itu untuk menolak poligami. Lantas kenapa wanita ini tak mau menoleh ucapan para ulama’ tafsir? Jawabnya, karena tafsiran mereka tidak tunduk kepada hawa nafsu wanita ini.

Adapun dalil dalil yang menunjukan disyariatkannya poligami antara lain, maka telah berlalu dalam (QS. An-Nisa`: 3).

Di antara dalil poligami, Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair, “Ibnu Abbbas berkata kepadaku: “Apakah engkau telah menikah ?” Aku menjawab ” Belum”. Ibnu Abbas berkata, “Maka menikahlah, karena sebaik baik manusia pada umat ini adalah orang yang paling banyak istrinya”. [HR. Al-Bukhariydalam Shohih-nya).

Satu lagi dalil poligami -namun sebenarnya masih banyak-, Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- berkata, "Termasuk sunnah jika seorang laki laki menikahi perawan setellah istri sebelumnya janda maka sang suami pun tinggal di rumah istri yang perawan ini selama tujuh hari maka sang suami tinggal dirumah istri yang janda selama tiga hari kemudian dia bagi". [HR Bukhariy dalam Ash-Shohih]

Seorang ulama’ Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- dalam Fatul Bari (9/10) berkata, “Dalam hadits ini, ada anjuran untuk menikah dan meninggalkan hidup membujang”.

Setelah kita mengetahui dalil-dalil yang menunjukan disyari’atkannya seorang muslim, laki-laki maupun wanita melakukan poligami. Jadi, kami nasihatkan kepada diri kami dan para suami dan calon suami untuk menikah hingga empat orang istri, jika dia sanggup untuk berbuat adil dalam perkara lahirah, seperti, pembagian malam, dan nafkah. Adapun adil dalam perkara batin (seperti, cinta, kesenangan jimak, perasaan bahagia bersama dengan salah satu diantara mereka), maka ini bukan merupakan syarat berdasarkan hadits-hadits dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana yang diterangkan oleh para ulama.

Terakhir, Kami nasihatkan kepada para wanita agar bersiap untuk dimadu dan berlapang dada untuk menerima anugerah poligami ini, serta tidak menentang syari’at poligami, karena ini adalah kekufuran. Samahatusy Syaikh Abdul Azizi bin Baz-rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang membenci sedikitpun dari sesuatu yang dibawa Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, meskipun dia mengamalkannya, maka sungguh dia telah kafir. Allah -Ta’ala- berfirman,

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka”. (QS. Muhammad: 9) [Lihat Nawaqid Al-Islam]

TUNTUTAN BERPAKAIAN DAN BERHIJAB

A. Sifat Pakaian yang Disyariatkan bagi Wanita Muslimah

1. Diwajibkan pakaian wanita muslimah itu menutupi seluruh badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya. Dan janganlah terbuka untuk mahram-mahramnya kecuali yang telah terbiasa terbuka seperti wajah, kedua telapak tangan dan kedua kakinya.

2. Agar pakaian itu menutupi apa yang ada di sebaliknya (yakni tubuhnya), janganlah terlalu tipis (transparan), sehingga dapat terlihat bentuk tubuhnya.

3. Tidaklah pakaian itu sempit yang mempertontonkan bentuk anggota badannya, sebagaimana disebutkan dalam kitab Shahih Muslim dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda:

((صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا: نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مَائِلاتٌ مُمِيْلاتٌ رُؤُوْسُهُنَّ مِثْلَ أَسْمَتِ الْبُنْتِ لا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلا يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَرِجَالٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ مَعَهُمْ بِهَا عِبَادُ اللهِ)) رواه مسلم

“Dua kelompok dari penduduk neraka yang aku belum melihatnya, (kelompok pertama) yaitu wanita yang berpakaian (pada hakekatnya) ia telanjang, merayu-rayu dan menggoda, kepala mereka seperti punuk onta (melenggak-lenggok, membesarkan konde), mereka tidak masuk surga dan tidak mendapatkan baunya. Dan (kelompok kedua) yaitu laki-laki yang bersamanya cemeti seperti ekor sapi yang dengannya manusia saling rnemukul-mukul sesama hamba Allah. “ (HR. Muslim)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata di dalam Majmu’ Al-Fatawa (22/146) dalam menafsirkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Bahwa perempuan itu memakai pakaian yang tidak menutupinya. Dia berpakaian tapi sebenarnya telanjang. Seperti wanita yang memakai pakaian yang tipis sehingga menggambarkan postur tubuh (kewanitaan)-nya atau pakaian yang sempit yang memperlihatkan lekuk tubuhnya, seperti pinggul, lengan dan yang sejenisnya. Akan tetapi, pakaian wanita ialah apa yang menutupi tubuhnya, tidak memperlihatkan bentuk tubuh, serta kerangka anggota badannya karena bentuknya yang tebal dan lebar.”

4. Pakaian wanita itu tidak menyerupai pakaian laki-laki.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melaknat wanita-wanita yang menyerupai laki-laki dan laki-laki yang menyerupai wanita. Sedangkan untuk membedakan wanita dengan laki-laki dalam hal berpakaian adalah pakaian yang dipakai dinilai dari karakter bentuk dan sifat menurut ketentuan adat istiadat setiap masyarakat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata di dalam Majmu’Al-Fatawa (22/148-149/155):

“Maka (hal) yang membedakan antara pakaian laki-laki dan pakaian perempuan dikembalikan pada pakaian yang sesuai bagi laki-laki dan perempuan, yaitu pakaian yang cocok sesuai dengan apa yang diperintahkan untuk laki-laki dan perempuan. Para wanita diperintahkan untuk menutup dan menghalangi tanpa ada rasa tabarruj (mempertontonkan) dan memperlihatkan. Untuk itu tidak dianjurkan bagi wanita mengangkat suara di dalam adzan, (membaca) talbiyah, (berdzikir ketika) naik ke bukit Shafa dan Marwa dan tidaklah telanjang di dalam Ihram seperti laki-laki. Karena laki-laki diperintahkan untuk membuka kepalanya dan tidak memakai pakaian yang melampaui batas (dilarang) yakni yang dibuat sesuai anggota badannya, tidak memakai baju, celana panjang dan kaos kaki.”

Selanjutnya Syaikhul Islam mengatakan:

“Dan adapun wanita, sesungguhnya tidak dilarang sesuatupun dari pakaian karena ia diperintahkan untuk menutupi dan menghijabi (membalut) dan tidak dianjurkan kebalikannya. Akan tetapi dilarang memakai kerudung dan memakai sarung tangan, karena keduanya merupakan pakaian yang terbuat sesuai dengan bentuk tubuh dan tidak ada kebutuhan bagi wanita padanya.” Kemudian beliau menyebutkan, bahwa wanita itu menutup wajahnya tanpa keduanya dari laki-laki sampai beliau mengatakan di akhir: “Maka jelas, antara pakaian laki-laki dan perempuan itu sudah seharusnya berbeda. Yakni untuk membedakan laki-laki dari wanita. Pakaian wanita itu haruslah istitar (menutupi auratnya) dan istijab (menghalangi dari pandangan yang bukan mahramnya -pent.). Sebagaimana yang dimaksud dhahir1dari bab ini.”

Kemudian beliau menjelaskan, bahwa apabila pakaian itu lebih pantas dipakai oleh laki-laki sebagaimana umumnya, maka dilarang bagi wanita. Hingga beliau mengatakan: “Manakala pakaian itu bersifat qillatul istitar (hanya sekedar menutupi aurat -pent.) dan musyabahah (pakaian itu layak dipakai oleh laki-laki dan perempuan -pent.), maka dilarang pemakaiannya dari dua bentuk (baik laki-laki maupun perempuan -pent.). Allahu a’lam. “

5. Pakaian wanita tidaklah terhiasi oleh perhiasan yang menarik perhatian (orang lain) ketika keluar rumah, agar tidak termasuk golongan wanita-wanita yang bertabaruj (mempertontonkan) pada perhiasan.

Berhijab

Bahwa seorang wanita yang menutupi badannya dari (pandangan) laki-laki yang bukan mahramnya disebut berhijab.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ [النور: ٣١]

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, putra-putra saudara perempuan mereka.” (An-Nur: 31)

Dalam firman-Nya yang lain:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوْهُنَّ مِنْ وَرَآءِ حِجَابٍ ۗ. [الأحزاب: ٥۳]

“Dan apabila kamu ada sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab).” (Al-Ahzab: 53)

Dan yang dimaksud dengan hijab (dari ayat di atas) adalah sesuatu yang menutupi wanita termasuk di dalamnya dinding, pintu atau pakaian.

Sedangkan kata-kata dalam ayat tersebut walaupun diperuntukkan kepada istri-istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun hukumnya adalah umum untuk semua wanita mukminah.

Karena ‘illat (landasan)-nya adalah berkaitan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ذَالِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّ ۗ. [الأحزاب: ٥۳]

“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Al-Ahzab: 53)

Dan ‘illat (landasan) ini adalah umum. Maka keumuman ‘illat menunjukkan bahwa hukum tersebut berlaku untuk umum. Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang lain:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآء الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيْبِهِنَّ. [الأحزاب: ٥٩]

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Al-Ahzab: 59)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata di dalam Majmu’Al-Fatawa (22/110-111):

“Jilbab adalah kain penutup, sebagaimana Ibnu Mas’ud dan yang lainnya menamakan dengan sebutan rida’ (cadar) dan izar (sarung) sebagaimana umum menyebutnya, yakni kain sarung yang besar sebagai penutup kepala dan seluruh badan wanita. Diriwayatkan dari Abu Ubaidah dan yang lainnya, bahwa wanita itu mengulurkan jilbab dari atas kepalanya sampai tidak terlihat (raut mukanya), kecuali matanya. Termasuk sejenis hijab adalah niqab (sarung kepala). Dan dalil-dalil sunnah nabawiyyah menunjukkan tentang kewajiban seorang wanita menutupi wajah dari selain mahramnya.”2

Dan dalil-dalil tentang kewajiban wanita untuk menutup wajah dari selain mahramnya menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah sangatlah banyak. Maka saya sarankan kepada anda wahai muslimah, (bacalah -pent.) mengenai hal tersebut di dalam Risalah Hijab dan Pakaian di dalam Shalat karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Risalah Hijab karya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Risalatu Ash-Sharim Al-Masyhur ‘ala Al-Maftunin bi As-Sufur karya Syaikh Hamud bin Abdullah At-Tuwaijiri dan Risalah Hijab karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin. Semua risalah tersebut telah menjabarkan tentang permasalahan hijab beserta hal-hal yang berkaitan dengannya.

Ketahuilah wahai muslimah!

Bahwa ulama-ulama yang membolehkan kamu membuka wajahmu dengan kata-kata yang menggiurkan (rayuan-rayuai gombal) sepertinya dapat menghindarkanmu dari fitnah. Padaha fitnah tidaklah dapat dihindari, khususnya pada zaman sekarang ini. Dimana sedikit sekali laki-laki dan perempuan yang menyerukan larangan agama. Sedikit sekali rasa malunya. Bahkan banyak sekali orang-orang yang mengumbar fitnah. Kemudian sangatlah terhina wanita yang menjadikan macam-macam perhiasan yang mengundang fitnah berada di wajahnya. Berhati-hatilah dari hal itu.

Wahai muslimah! Pakailah dan biasakanlah berhijab. Karena hijab dapat menjagamu dari fitnah dengan seizin Allah. Tidak ada seorang ulama -baik dahulu maupun sekarang- yang menyetujui (pendapat) para pengumbar fitnah. Dimana mereka (para wanita) terlibat di dalamnya.

Sebagian wanita muslimah ada yang berpura-pura dalam berhijab. Yakni manakala berada dalam masyarakat yang menerapkan hijab, merekapun memakainya. Dan ketika berada dalam masyarakat yang tidak menerapkan hijab, merekapun melepaskan hijabnya.

Sementara ada sebagian lainnya yang memakai hijab hanya ketika berada di tempat-tempat umum dan ketika memasuki tempat perniagaan, rumah sakit, tempat pembuat perhiasan emas ataupun salah satu dari penjahit pakaian wanita, maka ia pun membuka wajah dan kedua lengannya, seakan-akan ia berada di samping suaminya atau salah satu mahramnya! Maka takutlah kamu kepada Allah, hai orang-orang yang melakukan hal tersebut!

Telah kami saksikan pula, beberapa wanita yang berada di dalam pesawat (yakni pesawat yang datang dari luar Arab Saudi), rnereka tidak memakai hijab, kecuali ketika pesawat mendarat di salah satu bandara di negara ini. Seolah-olah hijab itu berasal dari adat kebiasaan (bangsa Arab) dan bukan dari pokok-pokok ajaran agama.

Wahai muslimah!

Sesungguhnya hijab menjagamu dari pandangan yang beracun. Pandangan yang berasal dari penyakit hati dan penyakit kemanusiaan. Hijab memutuskan darimu ketamakan yang berapi-api. Maka pakailah hijab. Berpeganglah pada hijab. Dan janganlah kamu tergoda oleh pengumbar fitnah yang bertujuan memerangi hijab atau mengecilkan dari bentuknya. Sebab ia ingin menjadikanmu jahat. Sebagaimana firman Allah:

وَيُرِيْدُ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيْلُوْا مَيْلا عَظِيْمًا [النساء: ٢٧]

“Sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (An-Nisaa’: 27)

Footnote:

1. Jawabannya telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

2. Barangkali yang dimaksud adalah hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:

((كَانَ الرُّكْبَانُ يَمُرُّوْنَ بِنَا وَنَحْنُ مُحْرِمَاتٌ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَإِذَا حَاذَوْنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى وَجْهِهَا فَإِذَا جَاوَزُوْنَا كَشَفْنَاهُ)) رواه أحمد وأبو داود وابن ماجه

“Ada beberapa pengendara (kendaraan) lewat di depan kami dan saat itu kami sedang ihram bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika mereka sejajar dengan kami, maka kami mengulurkan jilbab ke wajah kami, dan bila mereka telah berlalu, maka kami membukanya kembali.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah)

Lihat kitab Mas’uliyatul Mar’ati Al-Muslimati, bab Hijab wa Shufur oleh Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim AI-Jarullah -pent.

(Dinukil dari تنبهات على أحكام تختص بالمؤمنات karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan. Edisi Indonesia: Panduan Fiqih Praktis bagi Wanita, hal. 50-58. Penerjemah: Muhtadin Abrori. Editor: Ayip Syafruddin, Abu Ziyad Abdullah Majid. Penerbit: Pustaka Sumayyah Pekalongan)