HOMO ANIMALUS

Dalam ramalan seorang sufi, binatang buas di akhir zaman akan mengalami kepunahan. Namun, sifat-sifat binatang tersebut akan tetap utuh, bahkan akan melekat pada diri manusia. Ramalan ini memang terbukti dengan- salah satu contohnya- bagaimana gemarnya manusia modern mengembel-embeli setiap kalimat dalam berujar sapa dengan nama-nama binatang. Sepertinya sudah tidak asing di telinga, ada orangyang berkata: ” Babi, Kamu!”, Monyet Kamu!”

Penilaian kaum sofis terhadap sikap manusia seperti tersebut di atas adalah: Manusia -kapan, siapa, dan di manapun- akan mencitrakan apa yang diucapkannya. Ucapan memang bisa direkayasa semudah membuat telur dadar dalam wajan, namun.. rekayasa ucapan tidak berlaku ketika manusia berada dalam keadaan responsibilitas yang tinggi. Apa pun yang diucapkan oleh manusia merupakan refleksi jiwa manusia itu sendiri.

Jika ucapan sudah menebar kebinatangan, maka akan memengaruhi tingkah manusia. Di zaman kita , sudah menjadi rahasia umum tingkah-tingkah binatang menebar dan menyebar hampir memenuhi setiap relung dan sudut ruang. Tidak tahu malu, menyelesaikan setiap masalah dengan perang dan adu jotos, bebal, sulit diatur, egosentris, tidak sopan, biadab, main hakin sendiri, menipu, mengelabui musuh, kepura-puraan/mimikri, dan potensi-potensi kebinatangan lainnya.

Seorang Thomas Aquinass pernah berpendapat, sikap dan prilaku manusia tidak diturunkan secara genetika, melainkan ditransformasikan secara sosio-kultural. Animalisasi dalam kehidupan tidak diturunkan dari generasi satu ke generasi selanjutnya secara faktor turunan atau genetis melainkan diajarkan secara intensif dalam kehidupan sosial manusia.

Ada satu alasan mengapa sifat bianatang teraflikasi dalam tingkah manusia. Secara biologis, memang ada kemiripan antara manusia dengan binatang, manusia makan binatang pun makan, manusia membutuhkan seks binatang juga sama. Bahkan, para penganut darwinis-sosialis telah mencap secara gmblang, manusia memang binatang karena maniusia memang memiliki nenek moyang binatang. Hanya evolusi lah yang telah membawa manusia pada sebuah peradaban, maka tidak heran jika sifat-sifat binatang teraflikasi dalam diri manusia. Jelas sekali, teori para penganut evolusi dan darwinis bertolak belakang dengan teori Thomas Aquinass yang mewakili kaum relijius. Alasan ini - mengapa manusia mirip binatang- mungkin hanya berlaku bagi para penganut teori evolusi.

Thomas Hobbes pernah berpendapat, dalam lingkungan yang tercabik-cabik, pertikaian, perang, dan kekacauan berlaku di sana hukum binatang. Hukum binatang adalah hukum tanpa aturan. Wabah yang diakibatkan oleh hukum tanpa aturan ini terus dan akan selalu menyebar dengan varian-varian baru. Dalam kondisi perang dan pertikaian yang mengedepankan hukum tanpa aturan membunuh pun dihalalkan. Homo Homini Lupus Bellum Omnium contra omnes. Hobbes memang dilahirkan dalam lingkungan di mana kondisi perang sedang berkecamuk, maka tidak salah jika pendapatnya dibenarkan oleh sebagian orang, apresiasi Hobbes terhadap kondisi di mana dia berada tidak perlu disalahkan oleh kita. Toh, kita pun yang hidup di zaman modern ini masih disuguhi oleh atraksi-atraksi tpeng monyet dalam segala bidang kehidupan.

Pandangan kebinatang yang melekat pada manusia memang telah tertanam sejak dulu, dalam Illiad kita membaca, seorang pahlawan memang harus memiliki dua sifat, dewa dan binatang. Bentuk utuh manusia tangguh dan pinilih adalah memang manusia yang harus bisa memadukan dua sifat itu. Hanya saja, kurang sempurna jika dua sifat itu tidak dibatasi dan diimbangi oleh nurani. Dewa memang tangguh dan baik serta diluputi oleh potensi kebaikan, namun… bukankah dewa-dewa zaman Yunani kuno itu, seperti yang dilukiskan oleh Plato ibarat para anak kecil yang cengeng, suka meributkan masalah remeh-temeh, sesekali para dewa pun berperang dan saling hujat satu sama lain. Artinya, toh tetap saja dewa pun masih memiliki sifat binatang. Dalam kondisi teori ini, maka kebinatangan akan mengendalikan kedewaan. tetap saja yang paling memengaruhi dalam kehidupan manusia adalah kebinatangan tanpa nurani.

Agak pantas rasanya, jika sifat-sifat bianatgn telah teraflikasi dalam kehidupan manusia kita menyebut zaman ini sebagai zaman kemenangan binatang! Mayoritas manusia boleh saja menghujat habis-habisan darwinisme sosial namun, tidak kah kita melihat, paham tersebut telah menjadi pemenang di zaman kita? Manusia setengah dewa setengah binatang bukan hal baru lagi di zaman kita. para pemimpin ibarat srigala-srigala lapar sementara rakyat yang dipimpinnya tak ada bedanya dengan kambing-kambing conge.

Hedonisme, paham yang sebetulnya menekankan pada kebahagiaan bathin/ ataraxia telah dikonversikan dengan cara-cara binatang. Paham ini telah menjadi hedonisme jasmaniaha, mencari kesenangan dan kepuasan tanpa batas dalam masalah lahiriah semata. Epikuros mungkin akan marah besar jika melihat hedonismenya telah beralih fungsi dari bathiniah ke jasmaniah. Penghalalan segala cara adalah ciri dari hedonisme -badaniah ini. Pantas jika Jeremy Bentham menyebut paham ini hanya berlaku bagi BABI.

Nah, apakah kita binatang?


DIATAS KUBURAN

Menghampar kesunyian yang senyap di antara deretan kubur-kubur tua. Berserakan, seperti harmoni merdu bersimfoni syahdu onggokan tanah merah yang telah dibatasi oleh dinding-dinding pendek tak beratap. Bisik-bisik barzah terdengar meringis mengiris menyeruak keluar melalui nisan-nisan kokoh yang berukirkan nama-nama, tetapi diam tanpa kata dan ujar. Kebodohan terungkap, kesombongan terhapus, oleh jasad-jasad kaku di dalam kubur, makanan rayap.cacing, dan ulat tanah.Mana si bangsawan yang selalu bangga dengan darah birunya? Diam tak menyahut karena mulut terkunci rapat oleh sempalan tanah asal -muasal bermula. masih adakah rasa bangga yang tersisa, harta, tahta, jabatan, dan kekuasaan? Sepi, karena tubuh kaku kelu terhimpit tanah sempit dalam kapan lapuk membusuk dibalut debu-debu kusut. Masih adakah gelak tawa, kepongahan, senyum sinis, di atas derita orang lain, dalam kesengsaraan orang-orang lemah? Sunyi, karena diri telah hina serendah-rendahnya, membujur di bawah tumpukan semak belukar yang semakin mengakar dalam. Atau… masih adakah baju kebesaran yang tersisa? Tetap hening, karena tubuh sudah tanpa kulit, hanya menyisakan rongsokan belulang yang berserak dalam timbunan tanah lusuh.

Sementara, di atas tanah pekuburan ini kami berdiri membisu diserbu pesan-pesan ilahi: KEMATIAN ADALAH ABADI!

Kami, para penggali kubur telah selesai menggali tanah. Tepatnya sepetak lubang yang kelak akan menjadi istana megah atau semacam ruang penyiksaan bagi siapa saja yang menempatinya. Onggokan tanah merah basah selalu hadir ketika kami diberi tugas menggali kuburan. Kami, para penggali kubur akan selalu siap menggali tanah kapan pun. Siang malam tidak terlalu penting bagi kami, jelasnya, jika ada orang menionggal dunia di situlah kami bertugas. Di situlah kami hadir menggali.

” Kerap sekali, kematian pada bulan ini ya, kang?” Ujar Sukri. Ia memicingkan matanya. ” Tiga orang dalam seminggu..!” Lanjutnya lagi.

Para penggali kubur lainnya, Jahe, Cingok, dan Cemong seperti kurang tertarik dengan ucapan Sukri. Mereka lebih asyik memangkas rumputan liar dan ilalang yang telah meninggi di aats beberapa kuburan. Hanya aku yang sedikit menanggapi ucapannya. Tapi… akhirnya kuurangkan juga untuk menanggapinya. Karena bagi setiap orang,kematian adalah suatu keniscayaan bukan kehinaan. Jarang atau tidaknya yang meninggal, itu bukan urusan manusia, itu urusan Yang Maha Kuasa. Ya, kematian dalam kondisi apa pun adalah sebuah penantian terakhir. Lagipula, bukankah mayat-mayat dalam kuburan ini telah terbebas dari kekang duniawi!?

” Jomblang, Bu Sum, Si Gondo, Si Muksin, dan sekarang si Boang!” Sukri bersikeras untuk membahasnya. Kemudian, dia terlihat merenung, menyempitkan keningnya. Bintik-bintik tanah merah meramaikan wajah legamnya. ” Besok atau lusa entah siapa lagi!?” Katanya, sambil memandang kami satu persatu. Pandangannya serasa menuding kepadaku. ” Semua orang takut dihampiri oleh malaikat maut!”

” Tidak semua orang, Kri!”

” Buktinya, tak ada orang yang mencintai kematian!”

Kami tidak berkata-kata lagi karena para pengusung keranda bersama para pengantar jenazah telah tiba. Hari menjelang sore, matahari masih menyisakan semburat panasnya, menyinari dedaunan flamboyan sampai terlukis lempengan kuning keemasan. Kami berdiri menyambut mereka. Para pengantar jenazah itu terisak pilu, menangis dan merintih sendu. Keranda dengan tutup kain berwarna hijau yerlihat bergerak ke atas ke bawah ibarat sebuah mobil yang berjalan di atas hamparan bebatuan. Debu menyeruah ternjak kaki yang berderap melangkah beraroma kepedihan dan kesedihan yang menyayat rasa.

” bagaimana, sudah siap belum, Kang!?” Tanya Kyai Syarqowi kepada kami.

Aku mengangguk.

Kemudian kami menguburkan mayat si Boang. Hingga prosesi pemakaman berjalan lancar. Lalu para pengantar jenazah pun bergegas pulang secara teratur. Mereka meninggalkan jejaklangkah hitungan mundur yang suatu waktu akan mereka ambil kembali. Kami menatap iring-iringan itu, dalam benak kami berbisik, ” kelak mereka akan mendatangi tanah pekuburan ini lagi, suatu saat nanti!” Namun mereka tidak menyadarinya.

Ketika para pengantar jenazah telah meninggalkan tanah pekuburan, kami masih duduk berkumpul melingkar di pinggir onggokan tanah merah kuburan baru. Kami menunggu sesuatu.

Di atas tanah kuburan baru, pohon falamboyan dengan dedaunan bintik kuning dan percikan hijau pinggirnya memberi kesan keabadian. Dua ekor kupu-kupu hinggap didedaunan. Selalu kami temui dua ekor kupu-kupu itu setiap kami selesai mengubur jenazah. Mereka, entah pasangan suami istri atau apalah! Sayapnya terlihat semakin melesu dari hari ke hari, namun kami tidak mau mengganggu mereka, melemparnya juga sangat segan. Mungkin mereka datang dari surga?

Kemudian, segerombol kawanan burung gagak terbang mengelilingi tanah pekuburan sambil berkoak-koak. Mereka semakin bergerombol di atas kepala kami membentuk atap hitam hingga tercipta payung kelam. Beberapa dari mereka mengerlingkan pandangannya ke arah kami. Kami tidak tahu persis dari mana mereka datang.

Mereka mendarat serempak, menyelimuti hamparan rumputan pekuburan. Bulu-bulu mereka lebih pekat jika dibandingkan dengan rambut kami yang selalu terbakar matahari. Kerlingan mata mereka setajam belati yang menusuk sanubari. Sampai kedua kupu-kupu yang hinggap di daun flamboyan itu tidak kami ketahui ke mana perginya.

Burung-burung gagak tidak bisa berbicara, kami juga bukan nabi Sulaeman yang mampu menerjemahkan bahasa binatang. Tapi… mengapa kami ingin menjadi burung-burung gagak itu? Dan kami pun memahami, mereka juga ingin menjadi kami, para penggali kubur. Kesepahama melahirkan kesepakatan. Kami sepakat untuk bertukar tubuh, kami melepaskan pakaian dan tubuh kami, mereka pun keluar dari tubuhnya, kami pun bertukar tubuh sempurna. Mereka telah menjadi para penggali kubur, ketika kami telah menjadi burung gagak.

” Apa benar dengan menjadi burung gagak kita menjadi merdeka?”

” Setidaknya, kita bisa terbang!”

” Hmm..!”

Penciuman kami menjadi sangat tajam.

” Mari kita terbang!”

” Siapa takut?!”

Kami melompat bersama, mengepakkan sayap kemudian kami pun terbang meninggi. Mengitar berkeliling di atas tanah pekuburan, di atas kepala para gagak yang telah menjadi para penggali kubur yang diam memmbisu, namun mereka menatap kami dengan puas. Kami terbang semakin jauh meninggi, menembus mega, menerobos awan, menyisir celah langit, menerjang angkasa, menukit berkelit, sambil bernyanyi, koak…koak!

###Begitulah. Setelah menjadi burung gagak, kami selalu terbang berkeliling dari teras bangsa ke serambi negeri, melihat panorama keindahan alam, merambah hutan luas, mengelilingi zamrud oermadani tanah air, melihat permata nusantara. Bukankah kami tampak merdeka ,kawan?

Nyatanya tidak demikian! Aroma kematian selalu hadir menebar. bahkanselalu menguntit dan mengancam jiwa kami. Setiap kami mendarat di mana saja selalu terusi. mendarat di jalanan kami takut tergilas ban kendaraan. Mendarat di perkotaan, kami diincar senapan, mendarat di padang golf kami selalu dikejar-kejar. Bahkan untuk mendarat di hutan pun ,kami harus menghadapi kebinalan para pemburu liar dan penebang hutan.

Hingga, dalam pandangan kami hanya ada satu tempat yang cukup aman untuk mendarat dan beristirahat, yaitu tanah pekuburan. Sekian lama kami menembus waktu menjelajah ruang sekian puluh tanah p[ekuburan kami jumpai. Sekian ratus rintihan barzah kami dengar. Melihat orang-orang menoinggal tertabrak, tertembak, dibakar, dicekik, bahkan minum racun pun ada.

Akhirnya kami tiba di Meulaboh. Tanah pekuburan luas terhampar. Ketika kami hinggap di atasnya. Air mata kami menitik melihat gelimpangan mayat tertubruk air, karena hanyut oleh tusnami. Orang-orang di luar Meulaboih berteriak-teriak ketika kami mendengar nyanyi merdu berpuluh-bahkan beratus anak kecil di surga. Kami merasa heran mengapa kami menangis dan orang-orang di luar Meulaboh itu menangis ketika orang-orang menari bahagia di surga sana!

DITULIS KETIKA TSUNAMI MENGGERIAPKAN BULU KUDUKKU!


Keuntungan Khitan Pada Kaum Adam

Mungkin Anda pernah mendengar bahwa kaum pria dianjurkan untuk melakukan khitan atau sunat. Sebetulnya apakah khitan itu memang perlu dilakukan? Kira-kira apa saja ya keuntungan melakukan khitan? Yuk kita simak lebih jauh tentang khitan.

Pro-kontra mengenai perlu-tidaknya khitan pada laki-laki sudah lama berlangsung. Tapi tampaknya hasil penelitian terbaru ini bisa dijadikan pegangan bahwa khitan memang perlu.


Laki-laki yang dikhitan terbukti jarang sekali tertular infeksi yang menular melalui hubungan seksual dibanding mereka yang belum disunat, itulah yang termuat dalam jurnal Pediatrics.

Dalam jurnal disebutkan bahwa khitan dapat mengurangi risiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50%. Makanya jurnal juga menyarankan manfaat besar mengenai sunat bagi bayi yang baru lahir.

Studi saat ini hanya satu dari sekian studi untuk mengupas lebih jauh tentang topik kontroversial ini. Meskipun berbagai studi mendapati bahwa sunat bisa mengurangi tingkat HIV (virus penyebab AIDS), sipilis, dan borok pada alat kelamin, hasil tersebut bercampur dengan penyakit lain yang menular melalui hubungan seks (STD).

Academy of Pediatrics, Amerika menyebut bukti tersebut "rumit dan bertentangan", karena itu mereka menyimpulkan bahwa, untuk saat ini, bukti tersebut tak memadai untuk mendukung khitan rutin pada bayi yang baru lahir.

Seperti dikutip Reuters, para peneliti menganalisis data yang dikumpulkan Christchurch Health and Development Study, yang mencakup kelompok kelahiran anak dari Selandia Baru.

Dalam studi ini responden laki-laki dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status khitan sebelum usia 15 tahun dan kelompok yang mengalami infeksi menular melalui hubungan seks antara usia 18 dan 25 tahun yang ditentukan melalui sebuah kuisioner.

Sebanyak 356 anak laki yang tak dikhitan memiliki risiko 2,66 kali serangan infeksi yang menular melalui hubungan seks dibandingkan dengan 154 anak laki yang disunat, demikian kesimpulan pemimpin peneliti Dr. David M. Fergusson dan rekan dari Christchurch School of Medicine and Health Sciences.

Sebagian besar risiko yang berkurang tersebut tak berubah setelah diperhitungkan juga faktor pemicu yang potensial, seperti jumlah pasangan seks dan hubungan seks tanpa pelindung.

Para ilmuwan itu memperkirakan bahwa kalau saja khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan telah dilembagakan, angka infeksi yang menular melalui hubungan seks dalam kelompok saat ini tersebut mungkin telah berkurang setidaknya 48%.

Analisis tersebut memperlihatkan manfaat khitan dalam mengurangi risiko infeksi yang menyerang melalui hubungan seks mungkin sangat banyak. "Masalah kesehatan masyarakat yang diangkat dalam temuan ini jelas melibatkan pertimbangan manfaat jangka panjang bagi khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan dalam mengurangi risiko infeksi di dalam masyarakat, berbanding perkiraan biaya prosedur tersebut," ujar para peneliti.

30 ETOS KERJA

1. *Outgoing personality* : jarang di tempat! Jalan-jalan melulu

2. *Great presentation skills* : pinter ngebual

3. *Good communication skills* : chating mulu, ngobrol sana-sini

4. *Works first!* : bingung mikirin jodoh (*lirik kiri - kanan)

5. *Active socially* : suka ngabisin makanan orang

6. *Independent worker* : sibuk sendiri, orang lain gak tau apa yang dikerjain

7. *Quick thinking* : pinter ngeles

8. *Careful thinker* : gak bisa ngambil keputusan

9. *Good thinker for dificult jobs* : sukses berkat kerja keras orang lain

10. *Good leadership* : suaranya kuenceng tenant

11. *Good judgement* : lucky terus..

12. *Good sense of humour* : banyak stock humor porno

13. *Career* *minded* : suka ngejelek2in pekerjaan orang lain

14. *Loyal* : gak dapet pekerjaan di tempat lain

15. *Great value of company*: datang tepat waktu

16. *Good credibility* : ngutang terus! kolektor kartu kredit

17. *Pegawai negri minded*: pinter cari tempat dan waktu untuk tidur

18. *Wide knowledge*: browsing truss!! download truss!

19. *Open minded*: suka ngintip email orang

20. *Efficient worker*: lagi ngejar uang efesiensi

21. *Good team work*: cepat bikin team ..kalo lagi banyak kerjaan

22. *Potential worker*: nyari lowongan truss!!

23. *Entrepreneurship minded*: gak bisa diatur! maunya kerja sendiri

24. *Key person*: pegang kunci...suka over time

25. *Good vision*: punya banyak stock gambar syurrr

26. *Good listener*: tukang gosip, suka nguping pembicaraan orang

27. *Problem solver:* orang yg tepat buat dimaki2 saat ada problem

28. *Good emotional intelligence* : menyelesaikan persoalan dengan marah2

29. *High intelligence quotient*: intelegensinya dipertanyakan

30. *Good management*: punya asistent, konsultant & outsource