Hati Di Balik Etalase
18.55.00
Pernah ketika masa kecil, aku berdiri di depan etalase sebuah Toko melihat mainan yang di pajang. Setiap kali pulang sekolah Aku menyempatkan mampir dan melihat mainan itu sampai ku merasa puas. Ingin sekali ku miliki, tapi karena harganya yang sangat mahal membuat itu menjadi tidak mungkin. Aku hanya bisa bermimpi memilikinya. Setiap kali Aku lewat di depan toko itu aku selalu menoleh ke etalase dan melihat raut wajah pemiliknya yang kelihatan ramah selalu tersenyum. mungkin di hatinya barang dagangannya menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Tidak jenuh aku mengunjungi toko itu. walau hanya menyentuh kaca-nya saja aku sudah sangat senang.
Suatu ketika aku kembali untuk melihat lagi, ternyata mainan itu sudah tidak terpajang di etalase toko. Aku sedih dan pulang dengan penuh rasa kecewa. Apa yang aku inginkan sudah tidak ada lagi. Tapi aku juga berpikir, klo mainan itu terlalu lama di pajang tanpa ada yang membeli pasti pemilik toko itu yang akan bersedih.
Tapi kali ini masa itu terulang lagi, bukan mainan lagi yang kutaksir tapi hati di dalam etalase. Bukan toko mainan tentunya, tapi toko cinta yang memajang hati. Aku hanya bisa melihat hati itu dan merasakannya hidup. Senang rasanya bisa selalu melihat hati itu walau hanya di balik kaca, tak bisa di sentuh tapi bisa di rasakan. Aku kwatir hati itu di dimiliki orang lain, Aku merasa tidak yakin hati itu bisa ku miliki. Tapi tidak mungkin juga hati itu berlama-lama terpajang tanpa ada yang harus mengambilnya, karena pemiliknya akan sangat gelisah klo berlama-lama berdiam di balik kaca.
Belajar dari mainan di masa lalu, Aku sudah bisa menyikapi apa yang kita inginkan tidak selalu akan kita dapatkan. Akan ada yang bersedih dan bahagia sudahlah tentu, berbesar hati saja kalau semua sudah ketentuan seperti itu. Bukan kah merasa Iklas membuat kita menjadi orang yang paling bersyukur. Tidak ada yang akan memiliki hati itu mutlak, karena semua itu hanya titipan. kalau Allah mau mengambilnya kembali, toh kita juga harus rela.
Suatu ketika aku kembali untuk melihat lagi, ternyata mainan itu sudah tidak terpajang di etalase toko. Aku sedih dan pulang dengan penuh rasa kecewa. Apa yang aku inginkan sudah tidak ada lagi. Tapi aku juga berpikir, klo mainan itu terlalu lama di pajang tanpa ada yang membeli pasti pemilik toko itu yang akan bersedih.
Tapi kali ini masa itu terulang lagi, bukan mainan lagi yang kutaksir tapi hati di dalam etalase. Bukan toko mainan tentunya, tapi toko cinta yang memajang hati. Aku hanya bisa melihat hati itu dan merasakannya hidup. Senang rasanya bisa selalu melihat hati itu walau hanya di balik kaca, tak bisa di sentuh tapi bisa di rasakan. Aku kwatir hati itu di dimiliki orang lain, Aku merasa tidak yakin hati itu bisa ku miliki. Tapi tidak mungkin juga hati itu berlama-lama terpajang tanpa ada yang harus mengambilnya, karena pemiliknya akan sangat gelisah klo berlama-lama berdiam di balik kaca.
Belajar dari mainan di masa lalu, Aku sudah bisa menyikapi apa yang kita inginkan tidak selalu akan kita dapatkan. Akan ada yang bersedih dan bahagia sudahlah tentu, berbesar hati saja kalau semua sudah ketentuan seperti itu. Bukan kah merasa Iklas membuat kita menjadi orang yang paling bersyukur. Tidak ada yang akan memiliki hati itu mutlak, karena semua itu hanya titipan. kalau Allah mau mengambilnya kembali, toh kita juga harus rela.