PERNIKAHAN SEJENIS

Pernikahan Gay di Kanada, Belanda dan Belgia

Kapan Giliran Indonesia?



Pernikahan homoseksual pertama di Belanda

PDC Aktual - Pengadilan Tinggi Ontario Kanada telah memutuskan untuk merestui perkawinan dua orang dari jenis kelamin yang sama pada hari Rabu, tanggal 11 Juni 2003 yang lalu. Pada hari yang bersejarah tersebut telah menikah empat pasangan dan ratusan pasangan lainnya akan menyusul di hari-hari berikutnya. Sedangkan dua tahun sebelumnya, tepatnya pada jam 24.00 malam tanggal 31 Maret 2001 menjelang 1 April 2001 telah menikah Frank dan Peter , Dolf dan Gert, Ton dan Louis, serta Héléne dan Anne-Marie secara resmi sebagai pasangan gay dan lesbian pertama di Belanda yang acaranya dihadiri dan diresmikan oleh Job Cohen, walikota Amsterdam saat itu.

Kanada adalah negara ketiga setelah Belanda dan Belgia yang memberi persamaan hak kepada kaum gay dan lesbian untuk menikah secara resmi seperti kaum heteroseksual. Meskipun demikian, ternyata ada perbedaan antara menikah di Belanda dan Belgia dengan menikah di Kanada. Apakah perbedaannya?

Belanda hanya mengijinkan pernikahan dua orang dari jenis kelamin yang sama dengan beberapa syarat. Diantaranya adalah kedua atau salah satu dari pasangan tersebut haruslah warga negara Belanda atau setidaknya tinggal secara resmi di Belanda. Jadi, bila keduanya warga negara asing (katakanlah Warga Negara Indonesia) yang jauh-jauh datang ke Belanda sebagai turis yang minta dinikahkan, maka hal tersebut tidak memungkinkan.

Sejak 1 April 2001 terdapat tiga bentuk hubungan resmi bagi pasangan hetero dan homo yang diakui oleh negara Belanda, yaitu Marriage (pernikahan), Registered Partnership (pasangan resmi/tercatat) dan Living Together Contract (Kontrak Tinggal Bersama). Marriage dan Registered Partnership memiliki bentuk yang hampir sama dengan segala hak dan kewajibannya. Living Together Contract adalah sesuatu yang berbeda.



Pada bentuk ini, hak dan kewajiban kedua orang tersebut dibatasi sepanjang perjanjian yang mereka buat. Begitu mereka pisah satu sama lain, maka hak dan kewajiban yang harus mereka pikul tergantung dari perjanjian pertama yang mereka buat, termasuk pembagian harta. Tidak ada kewajiban bagi keduanya untuk mengikuti standar hukum perceraian yang berlaku seperti pada bentuk Marriage dan Registered Partnership. Selain itu, keabsahan Living Together Contract akan berakhir bila pasangan tersebut tidak lagi tinggal di bawah satu atap alias di alamat yang sama.

Sekalipun pasangan gay dan lesbian dapat hidup dengan tenang, diakui dan dilindungi di Belanda, menikah bagi gay dan lesbian di negara kincir angin ini bukannya bebas masalah. Selain masalah pengaturan adopsi anak yang berbeda antara pernikahan hetero dan pernikahan homo (dimana untuk pasangan homo lebih banyak aturannya), pengakuan negara lain atas pernikahan pasangan gay dan lesbian di Belanda tersebut juga belum tentu bisa didapatkan.

Katakanlah anda, seorang WNI, bersama pasangan gay anda telah resmi menikah di Belanda karena pasangan anda adalah warga negara Belanda atau warga negara Indonesia yang telah lama dan memiliki ijin resmi tinggal di Belanda. Nah, ketika anda dan pasangan anda kembali ke Indonesia untuk menetap, sangat mungkin terjadi bahwa pernikahan anda berdua tidak akan diakui oleh pemerintah Indonesia yang hanya mengakui pernikahan antara dua orang dari jenis kelamin yang berbeda.

Memang, anda bisa saja memperjuangkan pengakuan tersebut dengan bantuan pengacara handal, namun selain hal tersebut memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit, pengakuan yang anda akan dapatkan nanti tidak dengan sendirinya diterima oleh masyarakat Indonesia, kecuali dibarengi oleh menikahnya pasangan-pasangan lain, gencarnya demonstrasi dan pergerakan hak asasi kaum LGTB di Indonesia. Masalahnya, sudah siapkah kita, sementara masih kuatnya prasangka masyarakat, termasuk media massa terhadap isu homoseksualitas.

Akan halnya Kanada, syarat yang diminta Belanda diatas tidaklah diperlukan. Seperti yang dikatakan oleh William E. Woods (Conceptualized and initiated the Hawaii Same Sex Marriage lawsuit) di Honolulu, siapapun, dari negara manapun, boleh datang ke Kanada untuk menikah secara resmi. Sekalipun demikian, setelah kembali ke negara asalnya, perjuangan untuk mendapatkan pengakuan tersebut tetaplah harus dilakukan dengan jalan hukum, yang menurut Woods bisa saja tercapai.

Ribuan pasangan homoseksual telah mendaftar dan bahkan mendapatkan persetujuan untuk menikah pada minggu semenjak ijin resmi dipublikasikan di Ontario, Kanada. Di USA, pernikahan homoseksual mengalami kekurangan pengakuan penuh di seluruh 50 negara bagiannya. Bisa dibayangkan, dengan pengakuan pernikahan homoseksual di Kanada yang lebih longgar ini, betapa banyak pasangan gay dan lesbian yang akan pergi berbondong-bondong kesana untuk mendapatkan pengakuan resmi yang mereka idam-idamkan.

Keputusan Kanada ini telah ditentang oleh kelompok oposisi, yaitu dari partai-partai politik yang konservatif yang beranggapan bahwa mengubah definisi pernikahan yang sesungguhnya akan menumbangkan prinsip mendasar bangsa Kanada. Keuskupan Gereja Anglican di Vancouver, Canada, sendiri telah menyetujui untuk memberkati same-sex union (persatuan dua orang dengan jenis kelamin yang sama), yang boleh dimengerti sebagai “terpisah dari pernikahan”. Upacara pemberkatannya sendiri, sejauh yang ditunjukkan, menyebabkan perpecahan didalam keuskupan dimana beberapa gereja memisahkan diri karena perbedaan pendapat. Tidak mengherankan, bahkan di negara maju yang masyarakatnya lebih liberal di banding Indonesia, masih terdapat golongan pro dan kontra yang biasanya datang dari kubu agama.

Bagaimana dengan Indonesia?
0 Responses